Hakim Masih Mengesampingkan Kepentingan Nasional
15 / 07 / 2024 Kategori: DKI Jakarta, Hukum, Kementerian / Lembaga Negara, Korporasi, Pemerintah Daerah, PresidenJakarta, BK – Dalam laman penelusuran perkara di website Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terdapat perkara No. 522/Pdt.G/2023/PN Jkt Sel yaitu gugatan perbuatan melawan hukum yang merugikan pendapatan negara senilai Rp. 1,246,078,900,000 yang diajukan oleh LSM Pemantau Pendapatan dan Kerugian Negara (LSM PPKN) terhadap PT. Bank Permata Tbk (Dahulu PT. Bank Bali Tbk).
Dalam laman website tersebut LSM PPKN menuntut agar Tergugat menyetorkan pajak penghasilan badan kepada negara senilai Rp. 1,246,078,900,000,- untuk periode tahun 2017 s/d 2021. ke kas negara.
Berdasarkan konfirmasi kepada LSM PPKN, lembaga tersebut membenarkan adanya gugatan dimaksud dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan putusan Menerima Eksepsi Tergugat dan Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet ontvankelijke verklaard) dan putusan itu juga telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, dan saat ini pada tahap upaya hukum kasasi.
Kuasa Hukum PPKN Holmes BJH SE, SH yang ditemui BK menyatakan bahwa kliennya sangat menyayangkan putusan PN Jaksel yang dikuatkan PT Jakarta tersebut karena menurutnya Hakim sama sekali mengesampingkan kepentingan nasional dalam pertimbangan hukumnya.
Selaku kuasa hukum dirinya berharap agar Majelis Hakim Kasasi bergeser dari paradigma lama yang hanya berfokus pada kebenaran formil. “Kita berharap agar Majelis Hakim Kasasi yang menangani perkara ini juga mempertimbangkan kebenaran materilnya” jelasnya.
“Selama ini kan para Hakim PN dan PT masih mengikuti paradigma lama yang hanya berfokus pada masalah formil belaka dan mengabaikan kebenaran materil sehingga putusan yang dihasilkannya tidak mencerminkan keadilan hakiki. Tujuan pengadilan kan sebenarnya adalah menegakkan hukum dan keadilan tanpa membedakan kebenaran formil di satu pihak dan/atau kebenaran materil di pihak lain. Memang dalam teori klasik sering disebutkan bahwa dalam acara perdata hanya mencari kebenaran formil dan acara pidana mencari kebenaran materil. Tapi sebenarnya teori klasik ini telah mengalami pergeseran sehingga saat ini Hakim peradilan perdata sudah dapat menentukan sendiri apa yang harus dibuktikan, siapa yang harus dibebani pembuktian dan hal apa saja yang harus dibuktikan”, jelasnya.
Menurut Holmes bahwa sebenarnya Hakim tidak boleh hanya mengedepankan kebenaran formil dalam memeriksa suatu perkara, tetapi juga harus benar-benar menggali kebenaran materil. Dalam memeriksa suatu perkara Hakim sudah harus bergeser dari paradigma lama yang bersifat pasif menjadi aktif menggali kebenaran untuk dapat mencapai putusan yang mampu mencerminkan keadilan sejati. Bahwa dalam memeriksa suatu perkara Hakim diharapkan tidak hanya sekedar membawa pengetahuan formil, tetapi Hakim diharapkan harus menjadi pakar dalam keadilan serta memahami konteks sosial, budaya dan nilai-nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan kasus yang ditangani,
Dalam perkara gugatan yang bertujuan untuk kepentingan nasional ini, Tergugat tidak dapat membantah kebenaran materil yang diajukan Penggugat, itu artinya Tergugat telah mengakui kebenarannya. Tapi Hakim PN Jaksel dan PT Jakarta kelihatannya masih menggunakan paradigma lama dengan mengesampingkan kebenaran materil yang bertujuan untuk kepentingan nasional dalam putusannya. Mudah-mudahan Hakim Kasasi jeli melihat perkara ini dan kita harapkan bergesar dari paradigma lama itu, pungkasnya. (Tim)