Food Estate Di Humbang Hasundutan
18 / 09 / 2021 Kategori: Pemerintah DaerahJakarta, BK – Kabupaten Humbang Hasundutan yang mayoritas penduduknya adalah petani memiliki lahan 159.392 ha hutan yang terdiri dari hutan produksi 84.540 ha dan hutan lindung 74.852 ha. Kawasan hutan terbesar berada di kecamatan Parlilitan yakni 38,58% dari hutan yang ada di kabupaten ini.
Selain pertanian, sebenarnya potensi ekonomi lain yang ada di kabupaten Humbang Hasundutan adalah pembangkit listrik. Terdapat 10 lokasi air terjun yang dapat dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik. Air terjun dengan ketinggian jatuh tertinggi adalah Aek Sipang dengan ketinggian 125 meter. kemudian Sipulak (75 m), Sisira (75 m), Simarhilang (50 m), dan lain-lain. Sebanyak 4 air terjun ini berada di satu desa yakni Sijarango (Janjimatogu), kecamatan Pakkat.
Seharusnya sebelum menggarap food estate adalah lebih baik jika potensi pembangkit listrik ini dikembangkan lebih dahulu. Sebab dengan pembukaan lahan baru untuk pertanian dikhawatirkan akan mengurangi debit air terjun dan bahkan mungkin akan menghentikan alirannya.
Namun, food estate di kabupaten Humbang Hasundutan provinsi Sumatera Utara sudah dilaksanakan sejak tahun 2020 dan telah menelan anggaran Rp. 45.335.491.000 dan sebesar Rp. 12.000.000.000 di tahun 2021.
Anggaran pembangunan food estate ini bersumber dari Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Kementerian Pertanian yang dilaksanakan oleh 4 (empat) eselon I yakni; Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan, dan Badan Pengembangan SDM. Sesuai dengan tupoksinya masing-masing eselon I tersebut mengembangkan food estate seluas 225 ha. Sedangkan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi berperan sebagai koordinator antar-K/L meliputi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, serta Kementerian BUMN.
Fokus pengembangan food estate di Humbang Hasundutan ini adalah komoditas hortikultura dataran tinggi, seperti kentang industri, Bawang Merah, dan Bawang Putih. Tahun 2020 telah dilaksanakan seluas 225 ha, yang terdiri dari 215 ha dalam satu hamparan di desa Ria-Ria, kecamatan Pollung untuk pengembangan bawang merah 105 ha, bawang putih 55 ha dan kentang 55 ha. Yang 10 ha lagi ada dalam kebun Percobaan Litbang Pertanian di desa Gur-Gur Kabupaten Toba Samosir.
Area of Interest (AoI) pengembangan food estate Sumatera Utara ditargetkan mencapai 60.961 ha dengan lahan yang siap digunakan seluas 12.790 ha dengan status Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), mencakup 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah.
Tahun 2021 akan difokuskan pada penyelesaian pengembangan seluas 1.000 ha di Kabupaten Humbang Hasundutan, dimana 785 ha diantaranya akan dikelola oleh investor/pelaku usaha swasta. Status lahan di area 1.000 hektar tersebut adalah Area Penggunaan Lainnya (APL) yang secara adat dimililiki oleh masyarakat setempat.
Capaian hingga Januari 2021, telah terlaksana pengembangan kawasan seluas 200 ha oleh Direktorat Jenderal Hortikultura dan 25 ha Demfarm oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, perluasan lahan 200 ha oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, serta rintisan Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) sebagai penggerak korporasi petani yang diinisiasi oleh Badan Pengembangan SDM Pertanian.
Kegiatan panen dan replanting yang dilaksanakan pada periode bulan Maret hingga Mei, dimana salah satu lokasi panen ada di blok Karejo sebanyak 4,4 Ha dengan 100 orang pekerja, dengan pihak offtaker adalah PT Indofood dan PT Champ.
Yang belum dipahami masyarakat terkait program food estate ini adalah kepemilikan lahan dan perhitungan nilai ekonominya serta kontribusi dari perusahaan swasta/offtaker (PT. Indofood dan PT. Champ). Sejauh ini pada lahan yang sudah dikelola nilai ekonominya tidak sebanding dengan biaya produksinya.
Komisi IV DPR RI telah mengkritisi perhitungan ekonomi dan status lahan milik masyarakat adat, termasuk juga status tanah negara yang digarap oleh masyarakat (petani). Ada kekhawatiran tanah negara tersebut akan dijual setelah masyarakat penggarap bekerja sama dengan swasta dan telah mendapatkan sertifikat. Karena itu Komisi IV DPR RI berencana akan melakukan rapat dengan menghadirkan ATR/BPN dan pihak swasta/offtaker perusahaan yang terlibat di dalam program. Hal lain yang dikritisi oleh Komisi IV DPR RI adalah, keberlanjutan terhadap program food estate tersebut.
Hal lain yang perlu diketahui publik dan belum diungkap adalah sejauh mana keterlibatan dan wewenang pemerintah daerah dalam hal ini Bupati dalam kegiatan food estate ini? (Tim)