Ditjen Pajak Sangat Lambat Menindaklanjut IDLP Senilai Rp. 8,4 Triliun

28 / 06 / 2019 Kategori:

Jakarta, BK – Dalam pandangan beberapa lembaga pemeringkat, penerimaan pajak Indonesia masih belum optimal. Rasio pajak Indonesia masih relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan negara sebanding (peer countries). Rasio pajak atau tax ratio adalah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio pajak adalah merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja penerimaan pajak. Rasio pajak Indonesia tahun 2018 sebesar 11,5 %, idealnya adalah sebesar 15%.

Untuk tahun 2018, dari total pendapatan negara yang mencapai Rp. 1.943,67 triliun, penerimaan perpajakan sebesar Rp. 1.518,78 triliun. Realisasi tersebut berada di atas realisasi periode tahun 2017 atau sebesar 95,99 persen dari target APBN 2017, namun masih jauh dari rasio pajak yang seharusnya.

Untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah terus mendorong kinerja penerimaan perpajakan dengan berbagai cara seperti melaksanakan reformasi kebijakan dan transformasi organisasi perpajakan untuk membangun awareness masyarakat terhadap pelaksanaan perpajakan secara berkesinambungan. Hal lain yang diupayakan adalah menyempurnakan sistem informasi dan teknologi informasi perpajakan. Termasuk juga dengan pemberian insentif perpajakan secara selektif untuk mendorong daya saing industri nasional.

Namun upaya serius pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara ini tidak sejalan dengan kinerja Ditjen Pajak di lapangan. Hal tersebut terbukti dengan adanya temuan BPK RI dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018 yang menyatakan bahwa Pengendalian Penetapan Surat Tagihan Pajak Atas Potensi Pokok dan Sanksi Administrasi Pajak Berupa Bunga dan/atau denda Belum Memadai.

Kinerja Ditjen Pajak juga dapat diukur dari lambatnya melakukan tindak lanjut atas Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) yang diberikan masyarakat. Berdasarkan informasi dari Pemantau Pendapatan dan Kerugian Negara (PPKN), lembaga tersebut mengaku telah memberikan IDLP kepada Ditjen pajak terkait adanya dugaan kerugian pada pendapatan negara setidaknya senilai Rp. 8,4 triliun yang dilakukan oleh korporasi.

Menurut salah seorang praktisi PPKN, lembaga tersebut telah memasukkan IDLP sejak Januari 2019, namum sampai saat ini belum terlihat tindak lanjut yang signifikan. PPKN sudah pernah membahasnya dalam dua kali pertemuan di lantai 10 gedung Ditjen Pajak. Dalam pertemuan tersebut Ditjen Pajak menyatakan akan menindak lanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Agar Ditjen Pajak dapat bergerak lebih cepat menuntaskan IDLP tersebut, maka Menteri Keuangan diharapkan memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini. Potensi pendapatan negara yang jumlahnya besar, tentu tidak boleh dianggap main-main oleh Menkeu. Jika dalam penyelidikan terbukti ada unsur pidana di dalamnya, maka Ditjen Pajak harus segera melimpahkannya kepada Institusi Hukum.

Berdasarkan ketentuan pasal 17 UU Tentang Administrasi Pemerintahan, pejabat yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan perintah UU, dapat didakwa melakukan penyalahgunaan wewenang. Pelanggaran waktu SOP pemeriksaan yang berakibat pada belum adanya (mengambangnya) hasil keputusan dari tindak lanjut IDLP/bukti permulaan yang telah diterima Ditjen Pajak, kemungkinan dapat dikategorikan sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang.

Apabila delik tindakan penyalahgunaan wewenang tersebut terbukti menimbulkan kerugian pada keuangan negara dan perekonomian nasional, maka Menteri Keuangan dapat mengenakan sanksi administrasi berat kepada pejabat terkait. (Tim BK)