KPK Rakor dengan Kemendagri, Kemenkeu dan KemenPUPR Dorong Pajak Pelaku Usaha
21 / 09 / 2021 Kategori: Kementerian / Lembaga NegaraKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) melakukan penagihan Pajak Air Permukaan (PAP) kepada pelaku usaha sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini disampaikan pada saat rapat koordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR dan Pemprov Jawa Barat secara daring pada Kamis (16/9).
“Kami ingin memastikan apa yang menjadi hak dari Pemprov Jawa Barat dan apa yang menjadi kewajiban para pelaku usaha yang sudah mengambil manfaat air permukaan, semua ditunaikan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Ketua Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (KPK) Wilayah II KPK Dwi Aprillia Linda Astuti.
Kepala Bapenda Provinsi Jawa Barat Hening Widiatmoko menyampaikan Pemprov Jawa Barat mengalami kesulitan dalam memungut PAP. Salah satu sebabnya karena ada peralihan pemungutan yang awalnya di daerah ke Provinsi terutama masalah perizinan yang tidak lagi dikeluarkan oleh Dinas SDA.
“Aturan yang berlaku saat ini jika tidak ada Surat Izin Pemanfaatan/Pengusahaan Air Tanah (SIPA) dari KemenPUPR. Hal ini berimbas pada pendapatan. Padahal banyak sekali potensi yang dapat dipungut dari perusahaan, tetapi karena belum memiliki SIPA maka tidak berani diterbitkan Nilai Perolehan Air (NPA) sebagai dasar penagihan pembayaran pajak,” terang Widi.
Lebih lanjut Widi memaparkan bahwa dari 774 WP, sebanyak 629 aktif, 110 pasif, dan 35 tidak beroperasi. Dari 774 WP tersebut, sebanyak 528 sudah terbit NPA dan 246 tidak terbit NPA. Dari 246 yang tidak terbit NPA, sebanyak 63 tidak memiliki izin, 96 habis masa izin, 33 tidak beroperasi/alih pemilik, 5 tidak lagi memanfaatkan air permukaan, dan 49 tengah proses cek lapangan.
Inspektur Provinsi Jawa Barat Eni Rohyani sudah pernah menyampaikan rekomendasi dalam LHP terdahulu kepada Pemprov Jawa Barat agar tidak mengaitkan pemberian izin sebagai syarat penerbitan NPA atau untuk menetapkan PAP. Bapenda harus tetap melaksanakan pemungutan termasuk juga kepada pelaku usaha yang tidak memiliki SIPA.
Sedangkan Kepala Subdirektorat Pengembangan Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Fadliya menyampaikan selama terpenuhinya persyaratan subyektif dan obyektif pajak, pemungutan dapat dilakukan.
“Apabila telah terdapat perbuatan hukum mengambil/memanfaatkan air permukaan di sumbernya oleh WP, maka terutang PAP tanpa melihat ada/tidaknya izin,” kata Fadliya.
Asdatun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Wahyudi menyampaikan bahwa lahirnya kewajiban pelaku usaha sejak dia menggunakan air, jika tidak, terdapat ancaman pidana. Datun dapat melakukan penegakan hukum tetapi harus ada permohonan dari yang membutuhkan.
“Tindakan juga perlu didahului dengan keputusan pengadilan bahwa pihak tertentu memang salah sehingga badan usaha dapat diupayakan pembubaran manakala memang terbukti melakukan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi dirinya berharap itu opsi terakhir mengingat berbagai macam kepentingan yang perlu dipertimbangkan,” ujar Wahyudi.
Menutup kegiatan, berdasarkan masukan berbagai pihak, KPK merekomendasikan untuk tetap dilakukan penetapan dan penagihan pajak sesuai mekanisme yang berlaku. KPK sepakat dengan saran Kemendagri untuk dibentuk tim, mengumpulkan data perusahaan yang sudah memanfaatkan PAP dan melakukan kunjungan lapangan ke beberapa pelaku usaha. (Sumber : kpk.go.id)