
Aparat Hukum Perlu Menyelidiki Pendapatan Negara/Daerah Dari Transaksi Jual Beli Tanah/Bangunan PT. Bank Syariah Indonesia Tbk
24 / 10 / 2023 Kategori: DKI Jakarta, Hukum, KorporasiJakarta, BK – Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan kewajiban keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang dilaksanakan secara adil, transparan, akuntabel, dan selaras berdasarkan undang-undang.
Untuk mengetahui kebenaran transparansi dan akuntabel kinerja Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, dalam melaksanakan tugasnya Pemantau Pendapatan dan Kerugian Negara (PPKN) mencoba mengkonfirmasi pendapatan negara/daerah dari transaksi tanah dan/atau bangunan yang terletak di Jl. Medan Merdeka Selatan No. 17 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat dengan pihak penjual PT. Anpa International dan pihak pembeli PT. Bank Syariah Indonesia Tbk.
Berdasarkan informasi yang dihimpun BK, nilai transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut diketahui senilai Rp. 755 miliar. Maka dari transaksi tersebut seyogyanya Pemprov DKI Jakarta harus menerima pendapatan daerah senilai 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang ditetapkan sebesar Rp. 80.000.000.
Pihak PPKN menyatakan perlu melakukan konfirmasi karena dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan sering terjadi penjual dan pembeli sepakat menggunakan dasar perhitungan pembayaran BPHTB nilai NJOP dan bukan nilai transaksi yang sebenarnya.
Untuk memastikan bahwa tidak terjadi kerugian pendapatan negara/daerah dari transaksi tanah dan/atau bangunan tersebut, pihak PPKN telah mencoba mengkonfirmasi dasar perhitungan yang digunakan kepada Bapenda Provinsi DKI.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menjawab konfirmasi PPKN tersebut hanya menyebutkan dasar hukum pasal 2 Peraturan Gubernur No. 34 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Pembayaran, Pelaporan, Pelayanan dan Pengawasan BPHTB secara elektronik, diatur bahwa “BPHTB merupakan jenis pajak self-assessment yaitu Wajib Pajak wajib menghitung, membayar dan melaporkan sendiri BPHTB yang terutang melalui sistem e-BPHTB.
Selain itu dalam penjelasan tertulisnya kepada PPKN Lusiana Herawati juga menyebutkan pasal 103 ayat (1) UU No. 1 Thn 2022 yang menyatakan “Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan di Bidang Perpajakan Daerah”
Dari penjelasan kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta tersebut dapat dipastikan bahwa publik tidak dapat mengkonfirmasi kebenaran pembayaran BPHTB. Oleh karena itu maka untuk memastikan agar pendapatan negara/daerah tidak dirugikan dari transaksi tanah dan/atau bangunan, jalan satu-satunya adalah Aparat Penegak Hukum masuk untuk menyelidikinya, karena demi kepentingan negara kerahasiaan dapat dibuka. (Tim)